Rabu, 05 Oktober 2016

Artikel Tentang Geguritan


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5pinnnbz8s-NFgsnM6whSRhuo_sVBVwdAcFOI5odVxGk-LtuBldIiqowfK2nFVaJfrWgWvOJ3oSLm-M3mN9yIIHO2JX-mVpuQcGtf2gj9x3NAwG64Ad0NWeNrY2RQvG-TWf2I9ewHO3jq/s1600/ouylul.jpg


Pengertian Geguritan
Geguritan merupakan sastra kuna yang memiliki ciri sastra lama atau klasik yang bersifat anonim yaitu tanpa nama pengarang dan penulis. Hal tersebut disebabkan karena pada zamanya dibuat seorang penulis tidak mau menonjolkan diri dan karyanya dianggap milik bersama. Selain itu, puisi yang dibuatnya ada yang dipersembahkan untuk pemimpinnya,yaitu raja yang berkuasa pada masa itu. Sehingga keberadaan puisi yang dibuatnya tidak mencantumkan namanya sebagai pengarang suatu puisi.
Kata geguritan dalam kamus Baoesastra, berasal dari kata “gurit” artinya tulisan,kidung.
Dalam Kamus Umum Indonesia dijelaskan geguritan itu berasal dari kata “gurit” artinya sajak atau syair.
Sedangkan dalam Kamus Kawi Indonesia diungkapkan “gurit artinya goresan, dituliskan”.
Pengertian geguritan adalah ciptaan sastra berbentuk syair yang biasanya dilagukan dengan tembang (pupuh) yang sangat merdu. Namun seiring berjalannya waktu, berkembangnya selera masyarakat, berkembangnya bahasa dari masa ke masa, menyebabkan pergeseran penggunaan istilah geguritan yang pada awalnya memuat pengertian di atas, geguritan digunakan untuk menyebutkan puisi Jawa secara keseluruhan. Puisi Jawa yang berkembang pada saat ini, yang lebih bersifat bebas, memiliki tipografi yang bebas,menggunakanbahasaJawa yang berkembang pada masyarakat saat ini, tidak terikat pada pupuh-pupuh dan aturan purwakanthi, serta tidak bersifat anonim.
Dengan demikian, pengertian geguritan hampir sama dengan pengertian puisi, yang membedakan yaitu bahasa yang digunakan menggunakan bahasa Jawa.

Menurut Hadiwijaya arti geguritan sebagai berikut:
Geguritan iku golongane sastra edi (puisi) cengkok anyar, wedharing rasa edi, kelair basa kang laras runtut karo edining rasa, nanging ora usah kecancang ing patokan-patokan, wilangan dhong-dhing kang tetep tinamtu, beda banget karo sipating tembang macapat lan sapanunggalane.


Geguritan adalah golongan sastra yang indah (puisi) Jawa cara baru yang mengungkapkan perasaan senang, ungkapan bahasa yang sesuai dengan keindahan rasa tetapi tidak berpedoman pada aturan guru gatra, guru wilangan dan guru lagu tertentu berbeda dengan sifat tembang macapat dan lain sebagainya”.


Sedangkan menurut Subalidinata :
Geguritan yaiku iketaning basa kang memper syair, mula ana sing ngarani syair Jawa gagrag anyar.
“Geguritan adalah susunan bahasa seperti syair sehingga ada yang menyatakan syair Jawa cara baru”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka pengertian geguritan adalah susunan bahasa seperti syair yang termasuk golongan puisi Jawa baru yang berisi pengungkapan perasaan penyair secara indah yakni keindahan secara obyektif dan merujuk pada pengalaman estetik serta tidak terikat oleh aturan kebahasaan. Puisi Jawa merupakan salah satu bentuk puisi yang menggunakan media berbahasa Jawa. Puisi memiliki sifat khaskebahasaandanbentuk yangkhas yang membedakan dengan karya sastra lain.

Menurut Altenbernd, puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum). Hudson mengungkapkan bahwa puisi merupakan salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Berdasarkan pengertian puisi di atas, dapat ditarik bahwa puisi adalah ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang estetik secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya dalam bentuk teks.

Puisi
Puisi ditinjau dari unsur intrinsik pembentuknya, termasuk di dalamnya geguritan, terdiri atas dua unsur yaitu bangun struktur dan lapis makna. Bangun struktur yang merupakan unsur pembentuk puisi yang dapat diamati secara visual karena dalam puisi juga terdapat unsur-unsur yang hanya dapat ditangkap melalui kepekaan batin dan daya kritis pikiran pembaca. Unsur tersebut meliputi:


bunyi,
kata,
larik atau baris,
bait dan
tipografi.

Unsur yang tersembunyi di balik bangun struktur puisi disebut dengan istilah lapis makna. Unsur lapis makna sulit dipahami sebelum memahami bangun strukturnya lebih dahulu.

(1) Bunyi
Bunyi dalam puisi, terdapat tiga konsep antara lain :


Rima: bunyi yang berselang/ berulang, baik dalam larik puisi maupun pada akhir larik puisi. Rima mengandung beberapa aspek antara lain: purwakanthi,rima akhir,rima dalam,rima rupa,rima identik.
Irama yaitu paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuat- lemah yang keseluruhannya menimbulkan kemerduan, kesan suasana serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama, disebabkan penataan rima, juga pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral.
Ragam bunyi seperti bunyi euphony (bunyi yang mampu menuansakan keriangan, vitalitas maupun gerak), bunyi cacophony (bunyi yang menuansakan ketertekanan batin, kebakuan,kesepian ataupun kesedihan), dan onomat0pe (bunyi yang memberikan sugesti suara yang sebenarnya dapat berupa bunyi binatang, tik-tik air hujan, ombak dsb).


(2) Kata
Kata dalam puisi dapat dibedakan menjadi :


Lambang: kata-kata yang mengandung makna seperti makna dalam kamus (leksikal) sehingga acuan maknanya tidak menunjuk pada berbagai macam kemungkinan lain (makna denotatif).
Utteranceatau indice: kata-kata yang mengandung makna sesuai keberadaan dalam konteks pemakaian.
Simbol:bila kata-kata mengandung makna ganda (makna konotatif) sehingga untuk memahaminya, seseorang harus menafsirkannya (interpretatif) dengan melihat hubungan makna kata tersebut dengan kata lainnya (kontekstual).

Kata puisi tidak diletakan secara acak namun diolah, dipilih, ditata secara cermat. Pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan disebut diksi. Diksi yang baik, yaitu yang berhubungan dengan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mengajuk daya imajinasi pembaca.
Dalam penataaan kosakata menjadi suatu yang lebih bermakna, tidak dapat lepas dari adanya gaya.Gaya adalah sebagai media dalam bahasa puisi. Gaya dalam bahasa memiliki hubungan baik dalam kandungan makna dan nuansa maupun keindahannya.

(3) Larik atau baris
Larik atau baris adalah satuan yang lebih besar dari kata yang telah mendukung satuan makna tertentu. Baris merupakan pewadah, penyatu dan pengemban ide penyair. Sesuai keberadaannya, penataan baris dalam puisi juga memperhitungkan masalah rima, serta penataan pola persajakan. Dalam hal ini dikenal istilah enjambemen yaitu pemenggalan larik suatu puisi dilanjutkan pada larik berikutnya.

(4) Bait
Satuan yang lebih besar dari larik disebut bait. Peranan bait dalam puisi yaitu untuk membentuk satuan makna dalam rangka mewujudkan pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik berikutnya. Bait juga berperan dalam penciptaan tipografi puisi.

(5) Tipografi
Cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual disebut tipografi. Peranan tipografi yaitu untuk menampilkan aspek artistik visual, menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu, memperjelas adanya satua makna tertentu yangingin dikemukakan penyair.

Keindahan dalam puisi dibangun oleh seni kata yang merupakan ekspresi jiwa ke dalam kata-kata yang indah. Untuk menciptakan bahasa yang estetik dalam puisi, penyair menggunakan kata-kata yangambiguitas, konotatifatau berjiwa, rima, majas, irama dan repetisi. Sebagai salah satu jenis sastra, puisi memiliki daya tarik tersendiri yang berbeda dengan prosa, hal ini dapat ditinjau dari hakekat puisi. menurut Pradopo untuk mengerti hakekat puisi ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu :


sifat seni atau fungsi seni; puisi sebagai karya sastra fungsi estetiknya dominan dan didalamnya terdapat unsur-unsur kepuitisan misalnya persajakan, diksi, irama, gaya bahasa,
kepadatan puisi, merupakan ekspresi esensial karena puisi itu mampat dan padat, maka penyair memilih kata dengan akurat,
ekspresi tidak langsung, puisi itu mengucapkan sesuatu secara tidak langsung, yaitu menyatakan suatu hal yang berarti hal lain,

Perkembangan puisi jawa modern memberi nuansa baru pada tiap penyair dalam mendayagunakan bahasa sehingga karyanya memiliki daya tarik bagi pembaca dan pengungkapan bahasa oleh penyair diharap bisa memberi keindahan dalam puisi sehingga menyenangkan hati pembaca. Gaya bahasa yang dipakai seolah-olah berjiwa, hidup, dan segar sehingga dapat menggetarkan hati pembaca atau pendengar. Pemilihan kata dalam sebuah puisi berkaitan erat dengan bahasa kias yakni sarana untuk mendapatkan efek puitis dalam puisi tersebut. Gaya bahasa mempergunakan bahasa yang indah untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, semakin banyak kosakata seseorang semakin beragam pula gaya bahasa yang dipakainya.

Pengertian Gaya Bahasa
Bahasa merupakan media yang digunakan pengarang untuk mengekspresikan pengalaman batin dan memproyeksikan kepribadiannya. Unsur- unsur bahasa yang dapat membangun atau menciptakan teknik bercerita yang khas dinamakan gaya bahasa. Bahasa merupakan faktor yang penting dalam puisi, karena bahasa merupakanmediautama dalam penciptaansebuah puisi. Bahasa adalahmedia penciptaan karya sastra. Bahasa dalam sastratidakhanyasekedarmediatapi terdapattujuan sifat-sifat bahasa puisi.

Istilah gaya bahasa atau ‘plastik bahasa’ berasal dari kata ‘plassein’ (latin) yaitu membentuk. Dalam bahasa Inggris disebut “style” is manner of writing or speaking, ragam, cara, kebiasaan dalam menulis, berbicara.

Gaya bahasa digunakan pengarang untuk membangun jalinan cerita dengan pemilihan diksi, ungkapan, majas (kiasan) yang menimbulkankesan estetikdalam karya sastra.

Gaya bahasa mencerminkan citarasa dan karakteristik personal, bersifat pribadi, milik perorangan, sehingga setiap pengarang memiliki gaya bahasanya sendiri.

Gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Sedangkan menurut Slamet Muljana, gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca.
Menurut Pradopo, gaya bahasa yaitu cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek tertentu. Efek yang dimaksud adalah efek estetik yang menyebabkan karya sastra bernilai.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara atau teknik mengungkapkanpikiran dan perasaan alam bentuk lisan maupun tulisan dengan menggunakan bahasa yang khas sehingga dapat memperlihatkanjiwa dankepribadianpenulissertadapatmenghasilkan suatu pengertian yang jelas dan menarik bagi para pembaca.

Gaya bahasa dibagi dalam empat kelompok yaitu: gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan dan gaya bahasa perulangan.

Gaya bahasa perbandingan
Gaya bahasa perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding, seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, dan kata-kata pembanding yang lain.

Jadi, gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang mengandung maksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang dianggap sama.

Contoh: bibirnya seperti delima merekah.

Gaya bahasa perbandingan memiliki bermacam-macam jenis diantaranya: perumpamaaan, metafota, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antithesis, pleonasme dan tautology, periphrasis, antisipasis dan prolepsis, koreksio dan epanortesis.

Gaya bahasa pertentangan
Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya bertentangan dengan kata-kata yang ada.
Yang termasuk dalam gaya bahasa pertentangan diantaranya: hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paromasia, paralepsis, zeugma dan silepsis, satire, innuendo, antifrasis, paradox, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof dan inverse, apofasis dan preterisio, hiposteron proteron, hipalase, sinisme, sarkasme.

Gaya bahasa pertautan
Gaya bahasa pertautan menunjukkan adanya hubungan pertautan atau pertalian di antara dua hal yang sedang dibicarakan. Gaya bahasa pertautan umumnya lebih banyak menunjuk kepada sesuatu yang bersifat positif. Menurut Tarigan, gaya bahasa pertautan seluruhnya terdiri atas 13 jenis, yaitu:metonimia,sinekdok,alusi, eufinisme ,eponym, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme, ellipsis, gradasi, asidemton, olisindeton.

Gaya bahasa perulangan
Gaya bahasa perulangan yaitu gaya bahasa yang mengandung perulangan bunyi, suku kata, atau frase ataupun bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.Menurut Keraf,gayabahasa perulangan adalah perulangan bunyi, suku kata, kataatau bagiankalimat yang dianggap penting untukmemberi tekanan dalam sebuah konteks yang nyata. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang bunyi, suku kata, atau frase ataupun bagian kalimat sebagai suatupenegasan terhadap maksudnya.

Gaya bahasa perulangan dalam bahasa Jawa, dikenal dengan istilah purwakanthi. Diambil dari kata purwa yang berarti wiwitan/ awalan dan kanthi berarti menggandheng, mengulang, kanca, menggunakan. Jadi purwakanthi yaitu mengulang yang telah disebut di awal.Maksudnya,mengulang bagian yang disebut pada bagian awal yang sudah disebut ada di bagian depan. Yang diulang dapat berupa suara, huruf, ataupun kata.

Purwakanthi ada 3 jenis yaitu:


purwakanthi guru swara
Purwakanthi guru swara merupakan bentuk purwakanthi yang berpedoman swara. Yang diulang berupa swara atau vokal.
Contoh: sapa jujur bakal makmur, berdasarkan kalimat tersebut, di bagian awal terdapat suara ur yaitu pada katajujur. Suara ur diulang pada bagian belakang yaitu pada kata makmur.
purwakanthi guru sastra
Purwakanthi guru sastra merupakan bentuk purwakanthi yang berpedoman sastra atau aksara. Bagian yang diulang berupa konsonan
Contoh: sapa salah mesti seleh
Bagian awal pada kalimat di atas terdapat aksara l yaitu pada kata salah
kemudian konsonan l diulang pada bagian belakang yaitu pada kata seleh.
purwakanthi lumaksita/ purwakanthi basa
Purwakanthi lumaksita merupakan bentuk purwakanthi yang berpedoman kata. Yang diulang berupa kata.
Contoh: bayem arda, ardane ngrasuk busana.

Jenis gaya bahasa:

1) Aliterasi
Aliterasi merupakan jenis gaya bahasa yang memanfaatkan purwakanthi
atau pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya. Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan. Dalam bahasa Jawa, dikenal dengan istilah purwakanthi guru sastra merupakan bentuk purwakanthi yang berpedoman sastra atau aksara. Bentuk yang diulang berupa konsonan

Contoh :
Jawa tanpa jiwa jawane jawa wisa Jawa tanpa waja jawane jawa ula Jawa tanpa jawa jawane jawa buta.
‘ Jawa tanpa jiwa jawanya jawa bisa Jawa tanpa gigi jawanya jawa ular Jawa tanpa jawa jawanya jawa buta’
Aliterasi ditunjukkan dengan perulangan huruf j dan huruf w pada kata jawa, jiwa, wisa, dan waja.

2) Asonansi
Asonanasi merupakan jenis gaya bahasa perulangan yang berwujud perulangan vokal yang sama. Bentuk asonansi banyak ditemui dalam puisi ataupun dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan.
Istilah dalam bahasa Jawa disebut dengan purwakanthiguru swara. Purwakanthiguru swara merupakan bentuk purwakanthi yang berpedoman swara. Bentuk perulangannya berupa perulangan swara atau vokal.

Contoh :
Klobot
Pancen ya abot
Wong seneng wani ngotot
Jerune kali temah ngowot Mlaku sleyat-sleyot
Nututi peleme selak dipangan codhot
‘sarung jagung… memangberat,orang yang suka ngotot. Isinya sampai membludag.Jalannya sempoyongan. Mengikuti mangga yang segera dimakan codhot’

penggunaan vokal o diakhiri konsonan t menjadi ot pada kata klobot, abot, ngotot, ngowot, sleyat-sleyot dan codhot merupakan bentuk gaya bahasa asonansi.

3) Antanaklasis
Antanaklasismerupakangaya bahasayang mengandung ulangan kata yang sama denganmakna yangberbeda.
Dalam bahasa Jawa, antanaklasis masuk ke dalam purwakanthi lumaksita. Purwakanthi lumaksita merupakan bentuk purwakanthi yang berpedoman kata. Yang diulang berupa kata.

Contoh :
Ombak nggunung
Marake cilik ati
Ning aja cilikan aten,
Awit urip mono tansah lambaran ati

‘ombak menggunung, menjadikan minder. Tetapi jangan minderan. Hidup itu selalu beralaskan hati’
Penggunaan antanaklasis ditunjukan pada kata cilik ati dan lambaran ati.

4) Kiasmus
Kiasmus adalah gaya bahasa berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat. Kiasmus dalam bahasa Jawa juga masuk dalam purwakanthi lumaksita.
Contoh :
Pancen aku ora nate pitakon marang sliramu nimas
Lan sliramu ora nate crita marang aku
Memang aku tidak pernah bertanya padamu, adinda
Dan dirimu juga tidak pernah bercerita kepadaku.

Kiasmus ditunjukkan dengan kata aku dan sliramu.

5) Epizeukis
Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata-kata yang ditekankan atau dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. epizukis dalam bahasa Jawa juga masuk dalam purwakanthi lumaksita. Karena terdapat pengulangan kata yang dipentingkan dalam sebuah geguritan.
Contoh :
Sepine wengi, sepi tanpa pamrih
Sepine sing rumangsa sepi
Sing sepi rumangsa edi golek pamrih
Sepinya malam, sepi tanpa pamrih. Sepinya yang merasa sepi. Yang sepi merasa indah dalam mencari pamrih’
Epizukis ditunjukkan dengan menggunakan kata sepi berulang-ulang.

6) Tautotes
Tautotes adalah gaya bahasa perulangan atau repetisi atau sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi
Contoh :
Wong cilik karo wong gedhe iku prasasat bumi karo langit
Wong cilik mlarat-mlarat wong gedhe sugih-sugih Wong cilik kuru-kuru wong gedhe lemu-lemu
‘Orang kecil dan orang besar itu seperti bumi dan langit. Orang kecil miskin, orang besar itu kaya. Orang kecil kurus-kurus, orang besar itu gemuk-gemuk’
Tautotes ditunjukkan dengan penggunaan kata wong cilik dan wong gedhe.

7) Anafora
Anafora merupakan gaya bahasa perulangan yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat. Merupakan purwakanthibasa dengan perulangan kata di depan baris atau kalimat.
Contoh :
Sing duwe rika sing duwe aku, padha ae
ing duwe rasa ojok disalahna, jarna karepe
Pokok prenah panggone
Pokok resik karepe

‘yang punya mau kamu atau saya itu sama saja. Yang punya rasa jangan disalahkan, terserah semaunya. Yang penting terletak pada tempatnya. Yang penting bersih kemauannya’

Kata sing duwe pada baris 1 dan 2 serta kata pokok pada baris 3 dan 4 merupakan contoh penggunaan gaya bahasa anafora.

8) Epistrofa
Epistrofa adalah semacam gaya bahasa perulangan yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan. Merupakan purwakanthi basa dengan perulangan kata di akhir baris atau kalimat.
Contoh :
iki surat putih
gantine melathi putih
isine kabar-kabar putih

‘ini surat putih, sebagai ganti melati putih yang isinya kabar-kabar putih’

Penggunaan kata putih pada masing-masing kata terakhir tiap baris merupakan contoh gaya bahasa epistrofa.

9) Simploke
Simploke adalah sejenis gaya bahasa perulangan yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Merupakan purwakanthi basa dengan perulangan kata atau kelompok kata di awal atau akhir baris atau kalimat.

Contoh :
Sakehing tenung sontoloyo,Sakehing jengges sontoloyo,Sakehing santhet sontoloyo,Sakehing gendam sontoloyo Sakehing pengasihan sontoloyo Sakehing pengapesan sontoloyo Sakehing pangelmunan sontoloyo Sakehing balak sontoloyo Sakehing mantram sontoloyo

‘banyaknya tenung sontoloyo banyaknya jengges sontoloyo banyaknya santet sontoloyo banyaknya sihir sontoloyo banyaknya pengasihan sontoloyo banyaknya pengapesan sontoloyo banyaknya pangelmunan sontoloyo banyaknya tolak bala sontoloyo banyaknya mantra sontoloyo’

Penggunaan kata sakehing pada masing-masing awal tiap baris dan kata sontoloyo pada masing-masing akhir tiapbaris merupakan contoh penggunaan gaya bahasa simploke.

10) Mesodilopsis
Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa perulangan yang berwujud perulangan kata atau frase ditengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Merupakan purwakanthi basa dengan perulangan kata di tengahbarisatau kalimat.
Contoh :
Langit wis wegah prusapa

Bumi wis wegah ngambara

Angin wis wegah tumiyup

Banyu wis wegah mili

Geni wis wegah murup

Ruangan wis wegah tetembangan

Wektu wis wegah nyuara, Gunung wis wegah angap, Segara wis wegah njomblak, Sliramu wis wegah nggurit, Aku wis wegah ndongeng

‘ Langit sudah enggan menyapa Bumi sudah enggan mengembara Angin sudah enggan bertiup

Air sudah enggan mengalir Api sudah enggan menyala Ruangan sudah enggan berkata

Waktu sudah enggan bersuara Gunung sudah enggan tanggap Lautan sudah enggan berombak

Dirimu sudah enggan bersyair

Aku sudah enggan mendongeng’

Kata wis wegah di tengah kalimat pada masing-masing baris merupakan contoh penggunaan gaya bahasa mesodiplosis.

11)Epanalepsis
Epanalepsisyaitusemacamgaya bahasaperulanganyangberupa perulangankatapertamadari baris, klausaatau kalimatmenjaditerakhir. Merupakan purwakanthi basa dengan perulangan kata pertama dalam satu baris atau kalimat menjadi di akhir baris.
Contoh :
“Gustimu, Gustimu
eling mertobat marang Gustimu …”
‘Tuhanmu, Tuhanmu.. bertobatlah pada Tuhanmu..’

Penggunaan epanalepsis yaitu pada kata Gustimu di setiap akhir baris.

12)Anadiplosis
Anadiplosis yaiatu sejenis gaya bahasa perulangan dimana kata atau frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Merupakan purwakanthi basa dengan perulangan kata di akhir baris atau kalimat dipakai lagi dalam awal baris atau kalimat berikutnya.

Contoh :


Komat kamit mendhem donga asmara
Dongane arek ketuwukan sara
Sarane arek ketabang kali prapatan simpang

‘komat kamit memendam doa asmara, doanya anak kekenyangan sengsara. Sengsaranya anak mencari nafkah di simpang perempatan’

Penggunaan anadiplosis yaitu pada kata donga di akhir baris pertama yang dipakai lagipadaawal baris kedua serta katasara diakhir baris kedua yang diulang pada awal baris ketiga.

Fungsi Gaya Bahasa
Gaya bahasa mempunyai fungsi :


  1. memberikan warna pada karangan, sehingga gaya bahasa mencerminkan ekspresi individual Alat melukiskan suasana cerita dan mengintensifkan pencitraan.
  2. Menghasilkan kesenangan
  3. Menghasilkan imaji: tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca.
  4. Menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair.
  5. Mengkonsentrasikanmakna yang hendak disampaikan dari luas menjadi singkat.
  6. Konkretisasi: memberi gambaran lebih konkret dari sesuatu yang digambarkan dalam karya sastra dengan menkonkritkan suasana abstrak.
  7. Intensitas:merupakan penekanan terhadap hal tertentu yang ingin ditekankan penyair dengan menggunakan repetisi.

Contoh :
Nalika pangarep-arep ora mung impen
Nalika swara isih nduweni rega

Fungsi gaya bahasa ditandai dengan kelompok kata nalika pangarep-arep ora mung impen dan nalika swara isih nduweni rega.
Kata nalika merupakan fungsi gaya bahasaintensitasdimana contoh kelompok kata pertama pada kata nalika pangarep-arep ora mung impen bermakna suatu harapan yangmenjadi kenyataan dankatanalikaberikutnya sebagai penekanan bahwa adanya swara (pendapat) yang masih dihargai.

Ekspresifitas
Fungsi ekspresifitas yaitu memberikan kesan puisi lebih ekspresif, memberikan warna pada karangan sehingga gayabahasa mencerminkan ekspresi individual. Ekspresifitas bersifat relatif tergantung dari mana orang menilai, namun dengan adanya gaya bahasa perulangan, pengarang dapat memanfaatkan untuk mengungkapkan apa yang ada dalam alam pikirnya kedalam bentuk keindahan susunan kata-kata menjadi kesatuan karangan yang lahir dari ekspresifitas total pengarang

Ritmis
Keritmisan dihasilkan dengan memadukan kata-kata yang sesuai dan memiliki persamaan bunyi terentu yang merupakan suatu caraagar puisi menjadi lebih indah dan enak dibaca. Persamaan bunyi bisa dibentuk dengan menggunakan pemaduan vokal yang sama atau konsonan yangsama. Bisa juga dengan penggunaan kata yangsama diawal,tengah, akhir barisatau kalimat maupun awal dan akhir baris atau kalimat sekaligus.

Contoh :
Luhe lahar ati panas amili

Fungsi gaya bahasa ritmis ditandai dengan kelompok kata luhe lahar ati panas amili yang ditunjukkan dengan kata luhe, lahar, amili. Pada contoh tersebut terlihat adanya keritmisan bunyi yang muncul akibat pemilihan kata yang mempunyai persamaan bunyi.

Pemadatan arti
Pemadatan arti merupakan pemilihan kata-kata yang mempunyai persamaan bunyi yang dapar menimbulkan keritmisan bunyi, sehingga membentuk kepadatan arti. Pemadatan arti disini berarti dengan menggunakan sedikit kata-kata penyair dapat menyampaikan banyak maksud.

Contoh :
Kothong mlompong atine
Pangimpen jroning pangimpen

Fungsi gaya bahasa pemadatan arti ditunjukkan dengan kelompok kata kothong mlomping atine menunjukkan kesejajaran bunyi kata kothong dengan kata mlompong yang mengungkapkan hati yang kosong tidak memiliki harapan. Sedangkan pada kelompok kata pangimpen jroning pangimpen mengungkapkan mimpi yang hanya sebuah angan-angan.

Geguritan

Geguritan yaitu ciptaan sastra berbahasa Jawa yang berdasarkan dari pengalaman, pengetahuan, ekspresifitas pengarang mengenai suatu hal, peristiwa dan kehidupan dengan menggunakan bahasa berirama atau bahasa estetis. Geguritan pada jaman dahulu berbeda dengan jaman sekarang. Geguritan jaman dahulu masih berpedoman pada konvensi yang berlaku pada masa itu. Karena berkembangnya selera masyarakat, berkembangnya bahasa dan keadaan masyarakat Jawa, maka puisi Jawa ikut berkembang. Puisi Jawa saat ini berwujud bebas dan tidak lagi menggunakan patokan-patokan, bentuk tipografi lebih bebas.

Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Bahasa dalam karya sastra khususnya puisi bersifat emotif, konotatif dan estetis. Kepuitisan didapat dengan berbagai macam cara misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi; persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi; dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur- unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya.


JANJIMU

Padhange srengenge
Ing wayah awan katon sumunar
Nylenget lan saya panas
Kang bisa madhangi jagat kang gumelar
Bisa netesake kringet ing raga
Nanging ora padha karo atiku
Kang lagi nandhang suwung
Tumlawung jroning pangangen-angen
Peteng ndedhet koyo wayah bengi
Apa awakmu wis lali ?
Apa awakmu wis ora eling ?
Aku mung sawantah ngelingake
Marang apa kang nate mbok omongake
Janji-janjimu kabeh
Sing nyengsemake kanggo bebrayan agung
Tansah sumandhing ing pangrungu
Sak kabehe janji-janjimu
Apa ya mung sakmono wae janjimu
Apa ora bisa diterusake maneh ?
Saiki srengenge wis mangulon
Tansah ngelingake marang sliramu
Apa sing dadi sumpah janjimu
Jejere wanita kuwi sing prasaja
Bisa ditata uga bisa mranata


……………………………………………..HERI SUKAMTO

REMBULAN

Purnama ing tengah wengi

Bundher kang seminar padhang

Madhangi jagad ing tengah ratri

Katon mesem kang gegirisi

Ing mburineng mendhung angendanu

Ana tembang-tembang kasawargan

Abuncang pupusing sambojo

Kang ngumbar gandane sekar

Manuk gagak lan asu ajag

Tansah gentayangan

Kapikat gondho amis sing panandhang

Arebut getih kang mbranang

Ana getih putih tumetes

Ing pusering bumi

Aweh paseksen sambating para sudra

Kang padha jerbabah ngelumah

Adepani tibane papesten

Rembulan tengah ratri

Kang gegirisi,lumaris

Nuruti jlantrane laku

 

NETRAMU

Sumoroting netramu kebak esem

Sumoroting netramu gawe trenyuhku

Sumoroting netramu gugah lanangku

Sumoroting netramu dadekake gronjalan ning atiku

Ing netramu kebak sumimpen wewadi

Wewadi kang ora kena dinuga kaya wingi uni

Sliramu tak anggep dudu wong liyo

Nanging kanggomu wis wong liyo

Apa kang dadi pangarep-arepku

Apa kang dadi pangare-arepku buyar,gagar wigar dadi pepalang

Nalika sliramu ngudar taline asmara

Saiki aku dudu apa-apamu

Senadyan rasaku isih tumanem

Ing sela-selane jiwa ragamu

Aku saiki nglokro kaya wayang ilang gapite

Sempoyongan,tanpa daya,tanpa rasa

Sak paran-paran manut obahing angin

Ora genah tibane atikang susah

Ing ngendi maneh papan kanggoku

Papan kanggo nyelehake atiku

Yen sliramu saiki wis gelem mblenjani janji

APA SING KOK GAWA


Apa maneh sing kok goleki

Apa udan bebarengan

Tumurune embun

Apa srengenge kang sumunar

Nembus kandheling mendhung ireng

Uleng-ulengan karo angin

Apa maneh sing kok enteni

Apa beninge banyu segara

Lan obahe angin ing wayah wengi

Apa kedhep-kedhepe sasmitane

Mripat reca watu kae

Enggal tibakna

Aja ngumbar suwung lan sedih

Ngungkung jembaring padhange atiku

Bisa barengi sumiliri angin

Liwat ombaking samudra

Apa dene sinaring surya

Apa maneh sing kok enteni

Aku wis saguh lan setya ngancani

Ing jroning sepi,apa maneh susah

Sedhih,nglangut kang lestari

2 komentar: